Apr 21, 2013

TRAGEDI KARBALA BAGAIMANA KITA MENYIKAPINYA



Oleh Ustadz Abu Anisah Syahrul Fatwa bin Lukman hafidhohullah

Isyarat Akan Terbunuhnya Al-Husain
      Jauh hari sebelum Husain terbunuh, Rasulullah saw pernah bercerita kepada Ali bin Abi Thalib bahwa Husain akan wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan dari Ali r.a., ia berkata : “Aku datang kepada Rasulullah ketika kedua mata beliau bercucuran air mata, lalu beliau bersabda : “Jibril baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa Husain kelak akan mati dibunuh. Kemudian Jibril berkata : “Apakah engkau ingin aku ciumkan kepadamu bau tanahnya?”. Aku menjawab “ Ya”. Jibril lalu menjulurkan tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia memberikannya kepadaku. Sehingga karena itulah aku tidak kuasa menahan air mataku.”
Kronologi Terbunuhnya Husain r.a.
      Ketika Mu’awiyah r.a. resmi menjadi khalifah, maka Mu’awiyah r.a. juga sangat memuliakan Husain, bahkan sangat memperhatikan kehidupannya dan saudaranya, sehingga sering memberikan hadiah kepada keduanya. Tetapi, ketika Yazid bin Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah, Husain r.a. bersama Ibnu Zubair r.a. termasuk yang tidak mau berbai’at. Bahkan penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyah wafat ketika Yazid sudah ditetapkan sebagai calon khalifah pengganti Mu’awiyah r.a.
      Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari Madinah dan lari menuju Mekah. Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada Husain r.a. dari penduduk Irak membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut isi surat, mereka siap membai’at Husain r.a.
      Tidak cukup dengan surat saja, mereka terkadang mendatangi Husain r.a. di Makkah, mengajak beliau berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para sahabat seperti Ibnu Abbas r.a. kerap kali menasihati Husain r.a. agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas r.a. khawatir mereka membunuh Husain r.a. juga disana. Saat hendak berangkat dari Mekah menuju Irak, Husain r.a. meminta nasihat kepada Ibnu Abbas r.a.

Maka, Ibnu Abbas r.a. berkata : “Kalaulah tidak dipandang tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu (maksudnya hendak mencegah kepergiannya).”
Maka Husain r.a. menjawab : “Sungguh jika aku terbunuh di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku mengorbankan kemuliaan negeri Mekah ini.”
      Husain r.a. akhirnya tetap berangkat menuju Irak setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ‘Aqil bin Abi Thalib ke Irak untuk mengadakan penyelidikan, dan akhirnya mendapata berita bahwa beliau harus segera ke Irak.
      Namun, ketika Ibnu Umar r.a. tiba di Madinah, beliau mendengar berita bahwa Husain sedang menuju ke Irak. Mengingat betapa bahayanya Irak bagi Husain r.a., maka Ibnu Umar r.a. pun menyusulnya untuk menyarankan agar Husain mengurungkan niatnya. Tetapi, karena harapan-harapan yang diberikan oleh orang-orang Irak, maka Husain tetap pada pendiriannya untuk berangkat ke Irak. Maka Ibnu Umar r.a. pun dengan berat hati melepaskannya setelah sebelumnya memeluk Husain r.a. dan mengucapkan kata perpisahan. Ibnu Umar r.a. berkata : “Aku titipkan engkau kepada Allah Azza wajalla dari kejahatan seorang pembunuh.” Demikianlah, akhirnya Husain bin Ali r.a. tetap berangkat ke Irak. Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau r.a. mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya, Muslim bin ‘Aqil, yang telah dibunuh disana. Akhirnya, berangkatlah Husain r.a. bersama keluarga menuju Kufah.
      Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyad diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain r.a. bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain r.a. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang (telah) membujuk Husain r.a., dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain r.a. dan keluarganya berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain r.a. sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa ke hadapan ‘Ubaidullah bin Ziyad dan kepala itu diletakkan di bejana.
      Dalam tragedi mengenaskan ini, diantara Ahlul Bait yang gugur bersama Al Husain adalah putera Ali bin Ali bin Thalib lainnya, Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali. Demikian pula putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya, ketika anda mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syiah yang menceritakan kisah pembunuhan Al Husain, nama keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja, agar orang tidak berkata bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama sahabat Rasulullah ; Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiga nama yang paling dibenci orang-orang Syiah.
      Kemana perginya para pengirim ratusan surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al Husain? Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Aqil, utusan Al Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang membantu  Al Husain melawan pasukan Ibnu Ziyad. Maka tak heran jika sekarang orang-orang syiah meratap dan menyiksa diri mereka setiap 10 Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa para pendahulu mereka terhadap Al Husain.
Siapa Pelaku Langsung Pembunuhan Husain?
      Yang masyhur dalam kitab-kitab sirah pelaku pembunuhan Husain secara langsung ada dua orang yaitu Sinan bin Anas an-Nakha’I dan Syamr bin Dzul Jausyan. Sementara yang menjadi otak pembunuhan ini adalah ‘Ubaidullah bin Ziyad.
Sikap Ahlussunnah Terhadap Pembunuhan Husain
Menanggapi peristiwa ini, orang-orang terpecah menjadi tiga golongan :
      Pertama : Golongan yang memandang bahwa pembunuhan al-Husain merupakan tindakan yang tidak bisa disalahkan, karena ia memberontak kepada pemimpin dan memecah belah persatuan kaum muslimin. Maka peristiwa pembunuhan al-Husain disini merupakan sebuah kebenaran. Ini adalah pendapat kelompok Nashibah yang membenci al-Husain bin Ali.
      Kedua : Golongan yang mengatakan bahwa al-Husain adalah pemimpin yang wajib ditaati. Dan seharusnya segala urusan harus diserahkan kepadanya. Ini adalah pendapat Syiah.
      Ketiga : Golongan ahlussunnah wal jama’ah. Mereka berpendapat bahwa al-Husain terbunuh dalam keadaan teraniaya. Ketika itu ia bukanlah khalifah, bukan pula terbunuh sebagai pemberontak. Akan tetapi, ia terbunuh dalam keadaan teraniaya dan syahid. Sebagaimana sabda Nabi : “al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemimpin para pemuda penduduk surga.”(HR.Tirmidzi)
      Karena, ketika itu al-Husain ingin kembali atau pergi menuju Yazid di Syam, akan tetapi orang-orang Kufah melarangnya sampai ia harus menjadi tawanan Ubaidullah bin Ziyad.
Meluruskan Kemungkaran Setelah Kematian Husain
Setelah terbunuhnya al-Husain, orang-orang membuat dua kemungkaran yang besar, yaitu :
1.    Memperingati hari kematian Husain
      Pada bulan Muharram, kelompok Syiah setiap tahunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan dengan berdemonstrasi ke jalan-jalan dan lapangan, memakai pakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga memukuli pipi mereka sendiri, dada dan punggung mereka, menyobek saku, menangis berteriak histeris dengan menyebut : “Ya Husain, Ya Husain.”
      Lebih-lebih pada tanggal 10 Muharram, mereka lakukan lebih dari itu, mereka memukuli diri sendiri dengan cemeti dan pedang sehingga berlumuran darah!!! Anehnya, mereka menganggap semua itu merupakan amalan ibadah dan syiar islam!!! Hanya kepada Allah kita mengadu semua ini.
      Alangkah bagusnya ucapan al-Hafidz Ibnu Rojab : “Adapun menjadikan hari asyuro sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana dilakukan oleh kaum Rofidhoh karena terbunuhnya Husain bin Ali, maka hal itu termasuk perbuatan orang yang tersesat usahanya dalam kehidupan dunia sedangkan dia mengira berbuat baik. Allah dan Rasul-Nya saja tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan kematian para Nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang selain mereka???”
      Namun, apapun musibah yang terjadi dan betapapun kita sangat mencintai keluarga Rasulullah bukan alasan untuk bertindak melanggar aturan syariat dengan memperingati hari kematian Husain!!! Sebab peristiwa terbunuhnya orang yang dicintai Rasulullah sebelum Husain juga pernah terjadi seperti terbunuhnya Hamzah bin Abdil Mutholib, dan hal itu tidak menjadikan Rasulullah dan para sahabatnya mengenang atau memperingati hari peristiwa tersebut, sebagaimana yang dilakukan orang-orang syiah untuk mengenang terbunuhnya Husain!!!.
2.    Hari Sukacita
      Yang dimaksud hari sukacita adalah hari menampakkan kegembiraan, menghidangkan makanan lebih dari biasanya dan memakai pakaian bagus. Mereka yang membuat acara ini, ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa terbunuhnya Husein dengan kegembiraan, kontra dengan apa yang dilakukan orang-orang syiah. Tentunya, acara semacam ini tidak dibenarkan, karena bid’ah tidak boleh dilawan dengan bid’ah yang baru!! Dan tidak ada satu dalil pun yang membolehkan acara semacam ini. Allahu A’lam

sumber : http://majalahalilmu.wordpress.com/

No comments :

Post a Comment

silakan masukan komentar anda?