Oleh Ustadz
Abu Anisah Syahrul Fatwa bin Lukman hafidhohullah
Isyarat Akan Terbunuhnya Al-Husain
Jauh hari sebelum Husain terbunuh,
Rasulullah saw pernah bercerita kepada Ali bin Abi Thalib bahwa Husain akan
wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabi rahimahullah
membawakan dari Ali r.a., ia berkata : “Aku
datang kepada Rasulullah ketika kedua mata beliau bercucuran air mata, lalu
beliau bersabda : “Jibril baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa
Husain kelak akan mati dibunuh. Kemudian Jibril berkata : “Apakah engkau ingin
aku ciumkan kepadamu bau tanahnya?”. Aku menjawab “ Ya”. Jibril lalu
menjulurkan tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia
memberikannya kepadaku. Sehingga karena itulah aku tidak kuasa menahan air
mataku.”
Kronologi Terbunuhnya Husain r.a.
Ketika Mu’awiyah r.a. resmi menjadi
khalifah, maka Mu’awiyah r.a. juga sangat memuliakan Husain, bahkan sangat
memperhatikan kehidupannya dan saudaranya, sehingga sering memberikan hadiah
kepada keduanya. Tetapi, ketika Yazid bin Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah,
Husain r.a. bersama Ibnu Zubair r.a. termasuk yang tidak mau berbai’at. Bahkan
penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyah wafat ketika Yazid sudah ditetapkan
sebagai calon khalifah pengganti Mu’awiyah r.a.
Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari
Madinah dan lari menuju Mekah. Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada
Husain r.a. dari penduduk Irak membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut
isi surat, mereka siap membai’at Husain r.a.
Tidak cukup dengan surat saja, mereka
terkadang mendatangi Husain r.a. di Makkah, mengajak beliau berangkat ke Kufah
dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para sahabat seperti Ibnu Abbas r.a.
kerap kali menasihati Husain r.a. agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena
ayah Husain r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas r.a.
khawatir mereka membunuh Husain r.a. juga disana. Saat hendak berangkat dari
Mekah menuju Irak, Husain r.a. meminta nasihat kepada Ibnu Abbas r.a.
Maka, Ibnu Abbas
r.a. berkata : “Kalaulah tidak dipandang
tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu (maksudnya hendak
mencegah kepergiannya).”
Maka Husain r.a.
menjawab : “Sungguh jika aku terbunuh di
tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku mengorbankan
kemuliaan negeri Mekah ini.”
Husain r.a. akhirnya tetap berangkat
menuju Irak setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ‘Aqil bin Abi Thalib ke Irak
untuk mengadakan penyelidikan, dan akhirnya mendapata berita bahwa beliau harus
segera ke Irak.
Namun, ketika Ibnu Umar r.a. tiba di
Madinah, beliau mendengar berita bahwa Husain sedang menuju ke Irak. Mengingat
betapa bahayanya Irak bagi Husain r.a., maka Ibnu Umar r.a. pun menyusulnya
untuk menyarankan agar Husain mengurungkan niatnya. Tetapi, karena
harapan-harapan yang diberikan oleh orang-orang Irak, maka Husain tetap pada
pendiriannya untuk berangkat ke Irak. Maka Ibnu Umar r.a. pun dengan berat hati
melepaskannya setelah sebelumnya memeluk Husain r.a. dan mengucapkan kata
perpisahan. Ibnu Umar r.a. berkata : “Aku
titipkan engkau kepada Allah Azza wajalla dari kejahatan seorang pembunuh.”
Demikianlah, akhirnya Husain bin Ali r.a. tetap berangkat ke Irak. Sebagian
riwayat menyatakan bahwa beliau r.a. mengambil keputusan ini karena belum
mendengar kabar tentang sepupunya, Muslim bin ‘Aqil, yang telah dibunuh disana.
Akhirnya, berangkatlah Husain r.a. bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah
bin Ziyad diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak.
Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain r.a. bersama
keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri
dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain r.a. Dua pasukan yang
sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang (telah)
membujuk Husain r.a., dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru
melarikan diri meninggalkan Husain r.a. dan keluarganya berhadapan dengan
pasukan ‘Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain r.a. sebagai orang
yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa ke hadapan
‘Ubaidullah bin Ziyad dan kepala itu diletakkan di bejana.
Dalam tragedi mengenaskan ini, diantara
Ahlul Bait yang gugur bersama Al Husain adalah putera Ali bin Ali bin Thalib
lainnya, Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali. Demikian pula
putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya, ketika anda mendengar
kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syiah yang menceritakan kisah pembunuhan
Al Husain, nama keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja,
agar orang tidak berkata bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan
nama-nama sahabat Rasulullah ; Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiga nama yang
paling dibenci orang-orang Syiah.
Kemana perginya para pengirim ratusan
surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al
Husain? Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Aqil, utusan Al
Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang
membantu Al Husain melawan pasukan Ibnu
Ziyad. Maka tak heran jika sekarang orang-orang syiah meratap dan menyiksa diri
mereka setiap 10 Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas
dosa-dosa para pendahulu mereka terhadap Al Husain.
Siapa Pelaku Langsung Pembunuhan Husain?
Yang masyhur dalam kitab-kitab sirah
pelaku pembunuhan Husain secara langsung ada dua orang yaitu Sinan bin Anas
an-Nakha’I dan Syamr bin Dzul Jausyan. Sementara yang menjadi otak pembunuhan
ini adalah ‘Ubaidullah bin Ziyad.
Sikap Ahlussunnah Terhadap Pembunuhan
Husain
Menanggapi
peristiwa ini, orang-orang terpecah menjadi tiga golongan :
Pertama : Golongan yang memandang
bahwa pembunuhan al-Husain merupakan tindakan yang tidak bisa disalahkan,
karena ia memberontak kepada pemimpin dan memecah belah persatuan kaum
muslimin. Maka peristiwa pembunuhan al-Husain disini merupakan sebuah
kebenaran. Ini adalah pendapat kelompok Nashibah yang membenci al-Husain bin
Ali.
Kedua : Golongan yang mengatakan
bahwa al-Husain adalah pemimpin yang wajib ditaati. Dan seharusnya segala
urusan harus diserahkan kepadanya. Ini adalah pendapat Syiah.
Ketiga : Golongan ahlussunnah wal
jama’ah. Mereka berpendapat bahwa al-Husain terbunuh dalam keadaan teraniaya.
Ketika itu ia bukanlah khalifah, bukan pula terbunuh sebagai pemberontak. Akan
tetapi, ia terbunuh dalam keadaan teraniaya dan syahid. Sebagaimana sabda Nabi : “al-Hasan dan al-Husain adalah dua
pemimpin para pemuda penduduk surga.”(HR.Tirmidzi)
Karena, ketika itu al-Husain ingin kembali
atau pergi menuju Yazid di Syam, akan tetapi orang-orang Kufah melarangnya
sampai ia harus menjadi tawanan Ubaidullah bin Ziyad.
Meluruskan Kemungkaran Setelah Kematian
Husain
Setelah
terbunuhnya al-Husain, orang-orang membuat dua kemungkaran yang besar, yaitu :
1.
Memperingati
hari kematian Husain
Pada
bulan Muharram, kelompok Syiah setiap tahunnya mengadakan upacara kesedihan dan
ratapan dengan berdemonstrasi ke jalan-jalan dan lapangan, memakai pakaian
serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga memukuli pipi mereka
sendiri, dada dan punggung mereka, menyobek saku, menangis berteriak histeris
dengan menyebut : “Ya Husain, Ya Husain.”
Lebih-lebih
pada tanggal 10 Muharram, mereka lakukan lebih dari itu, mereka memukuli diri
sendiri dengan cemeti dan pedang sehingga berlumuran darah!!! Anehnya, mereka
menganggap semua itu merupakan amalan ibadah dan syiar islam!!! Hanya kepada
Allah kita mengadu semua ini.
Alangkah
bagusnya ucapan al-Hafidz Ibnu Rojab :
“Adapun menjadikan hari asyuro sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana
dilakukan oleh kaum Rofidhoh karena terbunuhnya Husain bin Ali, maka hal itu
termasuk perbuatan orang yang tersesat usahanya dalam kehidupan dunia sedangkan
dia mengira berbuat baik. Allah dan Rasul-Nya saja tidak pernah memerintahkan
agar hari musibah dan kematian para Nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana
dengan orang yang selain mereka???”
Namun,
apapun musibah yang terjadi dan betapapun kita sangat mencintai keluarga
Rasulullah bukan alasan untuk bertindak melanggar aturan syariat dengan
memperingati hari kematian Husain!!! Sebab peristiwa terbunuhnya orang yang
dicintai Rasulullah sebelum Husain juga pernah terjadi seperti terbunuhnya
Hamzah bin Abdil Mutholib, dan hal itu tidak menjadikan Rasulullah dan para
sahabatnya mengenang atau memperingati hari peristiwa tersebut, sebagaimana
yang dilakukan orang-orang syiah untuk mengenang terbunuhnya Husain!!!.
2.
Hari
Sukacita
Yang
dimaksud hari sukacita adalah hari menampakkan kegembiraan, menghidangkan
makanan lebih dari biasanya dan memakai pakaian bagus. Mereka yang membuat
acara ini, ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa
terbunuhnya Husein dengan kegembiraan, kontra dengan apa yang dilakukan
orang-orang syiah. Tentunya, acara semacam ini tidak dibenarkan, karena bid’ah
tidak boleh dilawan dengan bid’ah yang baru!! Dan tidak ada satu dalil pun yang
membolehkan acara semacam ini. Allahu A’lam
sumber : http://majalahalilmu.wordpress.com/
sumber : http://majalahalilmu.wordpress.com/
No comments :
Post a Comment
silakan masukan komentar anda?